Beranda | Artikel
Khiyar Karena Aib pada Barang
Selasa, 18 Maret 2014

Melanjutkan pembahasan khiyar. Saat ini, kita akan melihat mengenai khiyar aib. Aib artinya kekurangan. Namun yang dimaksud aib dalam istilah ini adalah kekurangan dari nilai barang yang dijual dilihat dari ‘urf. Artinya, jika suatu gelas terlihat rusak menurut urf atau kebiasaan, maka itulah namanya aib. Khiyar karena aib seperti ini tetap ada. Artinya jual beli bisa dibatalkan karena ada aib.

Aib di dalam barang yang dijual adalah diharamkan karena Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَنْ غَشَّنَا فَلَيْسَ مِنَّا

Barangsiapa yang menipu kami, maka ia tidak termasuk golongan kami.” (HR. Muslim no. 101, dari Abu Hurairah).

Dan jual beli harus dilandasi saling ridha sebagaimana disebutkan dalam firman Allah,

إِلَّا أَنْ تَكُونَ تِجَارَةً عَنْ تَرَاضٍ مِنْكُمْ

Kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama-suka (saling ridho) di antara kalian” (QS. An Nisa’: 29).

Juga dalam hadits disebutkan,

لاَ تُصَرُّوا الإِبِلَ وَالْغَنَمَ ، فَمَنِ ابْتَاعَهَا بَعْدُ فَإِنَّهُ بِخَيْرِ النَّظَرَيْنِ بَعْدَ أَنْ يَحْتَلِبَهَا إِنْ شَاءَ أَمْسَكَ ، وَإِنْ شَاءَ رَدَّهَا وَصَاعَ تَمْرٍ

Janganlah kalian membiarkan susu unta dan kambing (dengan tidak memerahnya ketika akan menjual sehingga terlihat memiliki banyak susu, pen). Barangsiapa yang membelinya setelah itu, ia memiliki dua pilihan setelah memerahnya. Jika mau, maka ia boleh memilikinya. Jika mau, ia juga boleh mengembalikannya beserta satu sha’ kurma.” (HR. Bukhari no. 2148, dari Abu Hurairah)

Juga terdapat ijma’ akan adanya khiyar ‘aib sebagaimana disebutkan oleh Ibnul Mundzir dalam Al Iqna’ dan Ibnu Hazm dalam Marotibul Ijma’.

Syaikh Kholid Al Musyaiqih berkata, “Misalnya seseorang membeli mobil dan mendapati cacat, maka itu adalah aib. Aib di sini dikembalikan pada standar ‘urf. Kalau sudah dianggap oleh masyarakat itu aib, maka ada hak khiyar aib. Namun jika aibnya begitu sedikit dan tidak mengurangi harga barang, maka tidak termasuk aib.” (Al Mukhtashor fil Mu’amalat, hal. 51).

Jika aib diketahui setelah akad, maka ada rincian:

1- Jika penjual berbohong dan melakukan pengelabuan, maka kita katakan pada pembeli bahwa ia memiliki hak khiyar, yaitu mengembalikan barang dan mengambil uangnya. Atau ia bisa pula menahan barang tersebut namun ia diberikan arys atau kompensasi ganti rugi atas aib tersebut.

2- Jika penjual tidak berbohong dan tidak melakukan pengelabuan, maka penjual tidak punya kewajiban membayar arsy atau kompensasi. Solusinya adalah mengembalikan uang kepada pembeli dan barang diambil.

Jika aib ditemukan pembeli sebelum akad, maka tidak ada hak khiyar karena pembeli sudah mengetahuinya. Juga jika aib terjadi sesudah akad namun karena kecerobohan pembeli, maka tidak ada hak khiyar karena barang tersebut asalnya keluar dari si penjual dalam keadaan baik.

Semoga bermanfaat. Hanya Allah yang memberi taufik.

 

Referensi:

Al Wajiz fi Fiqhis Sunnah wal Kitabil ‘Aziz, Abdul ‘Azhim bin Badawi, Dar Ibnu Rajab, hal. 418.

Al Mukhtashor fil Mu’amalat, Syaikh Prof. Dr. Kholid bin ‘Ali bin Muhammad Al Musyaiqih, terbitan Maktabah Ar Rusyd, cetakan tahun 1431 H, hal. 41-43.

Menjelang shalat ‘Ashar, 17 Jumadal Ula 1435 H di Pesantren Darush Sholihin Gunungkidul

Akhukum fillah: Muhammad Abduh Tuasikal

Artikel Rumaysho.Com

Ikuti status kami dengan memfollow FB Muhammad Abduh TuasikalFans Page Mengenal Ajaran Islam Lebih Dekat, Twitter @RumayshoCom

Akan segera hadir buku Ustadz Muhammad Abduh Tuasikal terbaru: “Kenapa Masih Enggan Shalat?” seharga Rp.16.000,-. Silakan lakukan pre order dengan format: Buku enggan shalat# nama pemesan# alamat# no HP# jumlah buku, lalu kirim sms ke 0852 00 171 222.


Artikel asli: https://rumaysho.com/6987-khiyar-karena-aib-pada-barang.html